(SEBUAH LANDASAN UTAMA)
Bagaimanakah pandangan Islam terhadap makan dan minum?
Islam memiliki pandangan yang sangat jelas terhadap makanan dan minuman. Terbukti dengan adanya ayat dalam Al-Qur’an serta Hadist Nabi yang secara khusus menjelaskan tentang permasalahan ini. Perhatian Al-Quran terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar Al-Biqa'i, "Telah menjadi kebiasaan Allah dalam Al-Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian memerintahkan untuk makan (atau menyebut makanan)." Memang, tidak semua masalah makanan dan minuman yang berkaitan dengan kehidupan modern ini harus ditemukan argumentasinya secara khusus dari kedua sumber ajaran tersebut. Menurut Quraish Shihab (1997) argumentasi dapat ditemukan melalui pemahaman terhadap jiwa ajaran agama serta tujuan-tujuan pokok syariat (maqashid al-syari’ah).
Bagaimana Al-Qur’an menyebut makanan dan minuman?
Makanan atau tha'am dalam bahasa Al-Quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu "minuman" pun termasuk dalam pengertian tha'am. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 249, menggunakan kata syariba (minum) dan yath'am (makan) untuk objek berkaitan dengan air minum. Kata tha'am dalam berbagai bentuknya terulang dalam Al-Quran sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang berbagai aspek berkaitan dengan makanan. Belum lagi ayat-ayat lain yang menggunakan kosa kata selainnya.
Adakah perbedaan pendapat dari para Ulama tentang makanan dan minuman ini?
Pada kasus-kasus tertentu tidak dapat disangkal bahwa muncul berbagai penilaian yang berbeda-beda pada ulama. Makanan dan minuman yang berupa tumbuh-tumbuhan, tidak banyak diperselisihkan. Islam tidak mengharamkan kecuali setelah menjadi arak, baik yang terbuat dari anggur, korma, gandum ataupun bahan-bahan lainnya, selama benda-benda tersebut sudah mencapai kadar memabukkan. Begitu juga Islam mengharamkan semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan melemahkan urat serta yang membahayakan tubuh. Adapun soal makanan berupa binatang inilah yang terus diperselisihkan.
Apa saja Makanan yang Halal?
Untuk memahami bagaimana pandangan Islam tentang obyek yang boleh di makan atau diminum, ada baiknya kita perlu mengetahui bahwa pada dasarnya setiap suatu itu halal dimakan atau diminum oleh seorang muslim dan muslimah kecuali ada larangan yang mengatakan tidak boleh. Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala, “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 29).
Al-Qur’an menerangkan secara jelas apa saja makanan yang dihalalkan untuk dikonsumsi oleh muslim dan muslimah.
1. Dalam surat Al-Baqarah ayat 168 Allah berfirman:
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa-apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan”
2. Dalam surat al-Baqarah ayat 172:
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara apa-apa yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu.”
3. Dalam surat Al-Maidah ayat 5:
“Pada hari ini dihalalkan bagimu memakan yang baik-baik. Makanan sembelihan ahli kitab halal bagimu dan makananmu halal pula bagi mereka.”
4. Dalam Surat Al Maidah ayat 96:
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan apa yang berasal dari laut yang lezat bagimu.”
5. Dalam Surat An-Nahl ayat 5:
“Dan Dialah yang menciptakan binatang ternak untukmu. Padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.”
6. Surat An-Nahl ayat 14:
“Dialah yang menundukkan lautan untukmu agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar.”
7. Dalam Surat Abasa ayat 24-32).
“Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kunna, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenangan kamu dan untuk binatang ternakmu.
Rasulullah SAW telah pula menerangkan secara jelas, sebagai mana beberapa hadist berikut ini:
Hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah menyebutkan:
“Rasulullah bersabda tentang laut, yaitu laut itu suci airnya dan halal bangkainya (HR Abu Daud, Tarmizi, Nasaiy, Ibn Majah, malik, Darimi, dan Ahmad).
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah.
“Rasulullah telah bersabda: Apa yang dilemparkan atau dibawa ke pantai oleh lautan maka makanlah, dan yang telah mengapung janganlah kamu makan.”
Hadist Riwayat Bukhari, Muslim, Tarmizi, Nasaiy, Darimi, dan Ahmad dikatakan bahwa Ibnu Abu Awfa.
“Kami ikut berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali dan kami memakan belalang”
Hadist yang diriwayatkan oleh Ibn Majah, Daud, Malik, dan Ahmad
“Dihalalkan bagi kami dua jenis bangkai, yaitu ikan paus dan belalang”
Terkait dengan permasalahan makan dan minum ini Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat menjelaskan bahwa makanan yang diuraikan oleh Al-Quran dapat dibagi dalam tiga kategori pokok, yaitu nabati, hewani, dan olahan.
Tidak ditemukan satu ayat pun yang secara eksplisit melarang makanan nabati tertentu. Surat 'Abasa yang memerintahkan manusia untuk memperhatikan makanannya, menyebutkan sekian banyak jenis tumbuhan yang telah disiapkan Allah untuk kepentingan manusia dan binatang. Kalaupun ada tumbuh-tumbuhan tertentu, yang kemudian terlarang, maka hal tersebut termasuk dalam larangan umum memakan sesuatu yang buruk, atau merusak kesehatan.
Adapun makanan jenis hewani, maka Al-Quran membaginya dalam dua kelompok besar yaitu yang berasal dari laut dan darat. Hewan laut yang hidup di air asin dan tawar dihalalkan Allah berdasasarkan Al-Quran surat Al-Nahl: 14. Bahkan hewan laut atau sungai yang mati dengan sendirinya (bangkai) tetap dibolehkan berdasarkan surat Al-Ma-idah: 96. "Buruan laut" sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut maksudnya adalah binatang yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat, dan sebagainya, baik dari laut, sungai, danau, kolam, dan lain-lain. Sedang kata "makanan yang berasal dari laut" adalah ikan dan semacamnya yang diperoleh dengan mudah karena telah mati sehingga mengapung. Makna ini dipahami dan sejalan dengan penjelasan Rasul Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan lain-lain melalui sahabat Nabi Abu Hurairah yang menyatakan tentang laut:
Laut adalah suci airnya dan halal bangkainya
Adapun hewan yang hidup di darat, maka Al-Quran menghalalkan secara eksplisit Al-An'am (unta, sapi, dan kambing), dan mengharamkan secara tegas babi. Namun ini bukan berarti bahwa selainnya semua halal atau haram. Seperti yang diisyaratkan di atas, tentang pengecualian dari makanan yang dihalalkan, dalam soal ini ditemukan perbedaan pendapat ulama tentang hewan-hewan darat yang dikecualikan itu.
Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan "halal" tersebut. Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila:
Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal
Bebas dari "najis (filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang yang mati karena tidak disembelih atau diburu
Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan terpaksa
Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam
Najis (Filth) dalam hal di atas, didefinisikan dalam 3 golongan
Sesuatu yang diperuntukkan untuk upacara-upacara/berhala,
Bukan yang dapat ditoleransi karena sulit untuk menghindarinya seperti darah dari nyamuk dan insekta lainnya,
Yang tak dapat ditoleransi seperti minuman yang memabukkan dan beracun serta bangkai
Apa saja makanan yang haram?
Macam-macam makanan yang diharamkan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:
a. Makanan yang diharamkan berdasarkan dalil dari Al-Qur’an.
Secara tersurat, al-Qur’an menyebutkan beberapa hal yang dilarang memakannya,
1. Makanan orang lain yang diperoleh bukan dengan cara-cara yang dibenarkan syariat, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan janganlah kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al-Baqarah: 188).
Rasulullah SAW bersabda,
“Dan janganlah seseorang memerah susu binatang peliharaan orang lain kecuali seizinnya.”(Muttafaq’alaih; [Al-Bukhari: 2435, Muslim:1726]
2. Bangkai (binatang yang mati secara alami, seperti binatang yang tercekik, terpukul, terjatuh, tertanduk oleh binatang lain dan diterkam oleh binatang buas), darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah dan binatang yang disembelih utuk berhala.
Dalil keharaman jenis makanan ini adalah Firman Allah SWT,
Surat al-Maidah ayat 3:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan yang disembelih untuk berhala."
Surat al-An’am ayat 145:
“Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor (rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih."
b. Makanan yang diharamkan berdasarkan larangan Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:
Keledai piaraan, berdasarkan penyataan Jabir radiyallahu anhu (Muttafaq’alaih; [Al-Bukhari:4219, Muslim: 1941])
Baghal (peranakan keledai dan kuda).
Setiap binatang yang memiliki taring yang dipergunakan untuk memangsa binatang lain (Diriwayatkan oleh Muslim [1934]).
Binatang yang memiliki cakar dari jenis burung (Diriwayatkan oleh Muslim [1934]).
Jallalah, yaitu hewan yang memakan kotoran (HR. Abu Dawud [3785], At-Tirmidzi [1824]. Hadist hasan).
Makanan yang diharamkan dengan alasan untuk mencegah bahaya, yaitu sebagai berikut:
Racun secara umum
Debu, tanah, batu, dan arang karena bahayanya dan tidak ada manfaatnya
Binatang yang dianggap jijik yang jiwa manusia enggan memakannya
Makanan yang diharamkan dengan alasan menghindari najis, yaitu sebagai berikut:
Setiap makanan dan minuman yang bercampur dengan najis, berdasarkan sabda Rasulullah SAW tentang tikus yang jatuh ke dalam lemak (HR. Abu Daud [3842] dengan sanad shahih).
Setiap najis yang bersifat alami seperti air kencing dan kotoran makhluk hidup, berdasarkan Firman Allah Ta’ala,
“Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (kotor).” (QS. Al-A’raf: 157).
Apa saja minuman yang diharamkan?
Berbagai minuman yang diharamkan untuk mengkonsumsinya adalah sebagai berikut:
a. Khamar, berdasarkan Firman Allah SWT Surat Al-Maidah ayat 90,
“Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk dalam perbuatan syetan. Oleh sebab itu jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut agar kamu beruntung”.
Dan Sabda Rasulullah SAW,
“Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya dan orang memberikannya (kepada orang lain), penjualnya dan pembelinya, pembuatnya dan orang yang meminta untuk dibuatkannya, pembawa dan penerimanya, dan orang-orang yang memakan hasil penjualannya,” (HR. Abu Dawud [3674] dan Al-hakim [2/37], sanadnya shahih).
b. Semua jenis minuman yang memabukkan dan minuman-minuman beralkhohol, berdasarkan sabda Rasulullah SAW,
“Setiap yang memabukkan, maka hukum memakan dan meminumnya adalah haram”. (HR. Bukhari, Muslim, Tarmizi, Nasaiy, Ibnu Majah, Malik, Ahmad, dan Abu Daud)
“Setiap benda yang memabukkan, baik banyak maupun sedikit, maka hukum (memakan dan minumnya) adalah haram.” (HR.Tarmizi, Nasaiy, Ibnu Majah, Ahmad dan Abu Daud)
“Setiap (minuman) yang memabukkan sama dengan khamar, dan setiap khamar adalah haram.”(HR. Muslim [2003]).
Campuran ekstrak atau campuran cairan yang diperas dari dua jenis campuran, yaitu zahwah (permulaan kurma) dengan kurma basah, atau kismis dengan kurma basah kemudian diberi air sehingga menjadi manis, memabukkan ataupun tidak. Hal ini berdasarkan larangan Nabi SAW (Muttafaq’alaih; [Al-Bukhari: 5602, Muslim: 1988]).
Urine hewan yang yang haram dimakan dagingnya karena najis.
Susu binatang yang dagingnya haram dimakan, kecuali ASI boleh dikonsumsi.
Minuman yang pasti bahayanya bagi tubuh seperti minyak, gas dan sejenisnya
Jenis-jenis minuman isap yang berasap, seperti tembakau, ganja, heroin dan sebagainya.
Apa makna kata thayyib itu sebenarnya?
Menurut Quraish Shihab (1997), kata thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata ini dalam konteks perintah makan menyatakan bahwa ia berarti makanan yang tidak kotor dan segi zatnya atau rusak (kedaluwarsa), atau dicampur benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai makanan yang mengundang selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya. Kita dapat berkata bahwa kata thayyib dalam makanan adalah makanan yang sehat, proporsional, dan aman. Tentunya sebelum itu adalah halal.
Makanan yang sehat adalah makanan yang memiliki zat gizi yang cukup dan seimbang. Dalam Al-Quran disebutkan sekian banyak jenis makanan yang sekaligus dianjurkan untuk dimakan, misalnya padi-padian (QS Al-Sajdah [32]: 27), pangan hewani (QS Ghafir [40]: 79), ikan (QS Al-Nahl [16]: 14), buah-buahan (QS Al-Mutminun [23]: 19; Al-An'am [6]: 14l), lemak dan minyak (QS Al-Mu'minun [23]: 21), madu (QS Al-Nahl [16]: 69), dan lain-lain. Penyebutan aneka macam jenis makanan ini, menuntut kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya.
Proporsional, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih, dan tidak berkurang. Karena itu Al-Quran menuntut orang-tua, khususnya para ibu, agar menyusui anaknya dengan ASI (air susu ibu) serta menetapkan masa penyusuan yang ideal.
Aman. Tuntunan perlunya makanan yang aman, antara lain dipahami dari firman Allah dalam surat Al-Ma-idah (5): 88 yang menyatakan bahwa kita disuruh untuk memakan apa yang direzekikan Allah.
SUMBER BACAAN:
Ad-Dihami., Ali bin Muhammad. 2005. Mengendalikan Hawa Nafsu: Upaya Meraih Ridha Allah. Qisthi Press. Jakarta.
Al-Jazairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. 1999. Minhaajul Muslim (Pedoman Hidup Seorang Muslim). Cetakan VI. Maktabul ‘Ulum wal Hikam. Madinah.
Shihab, Quraish. 1997. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Cetakan V. Penerbit Mizan. Bandung.
Shihab, Quraish. 2004. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Cetakan XXVIII. Mizan. Bandung
Suprayatmi, Mira. 1996. Makanan dalam Pandangan Islam.
Qardhawi, Syekh Muhammad Yusuf. 1993. Halal dan Haram dalam Islam. Terjemahan. Bina Ilmu. Jakarta.
Hadhiri, Choiruddin. 2004. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. Cetakan II. Gema Insani Press. Jakarta.
Senin, 17 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar